|85 (29.3) |82 (27.7) |83 (28.6) |85 (29.5) |85 (29.7) |86 (29.8) |86 (30.0) |86 (29.9) |85 (29.7) |85 (29.4) |85 (29.2) |82 (28.0) |85 (29,2)
|75 (23.9) |74 (23.3) |74 (23.4) |75 (24.1) |76 (24.2) |74 (23.5) |73 (22.9) |74 (23.4) |74 (23.6) |75 (23.7) |75 (23.7) |75 (23.7) |74 (23,6)
|0.8 (19.7) |0.8 (20.3) |0.8 (19.5) |0.8 (19.6) |0.8 (19.4) |0.7 (17.3) |0.7 (16.7) |0.7 (17.7) |0.7 (17.9) |0.7 (18.8) |0.8 (19.7) |0.8 (19.4) |6,2 (156,4)
02. Sejarah
Kata "Bandung" berasal dari kata bendung atau bendungan karena terbendungnya sungai Citarum oleh lava Gunung Tangkuban Perahu yang lalu membentuk telaga. Legenda yang diceritakan oleh orang-orang tua di Bandung mengatakan bahwa nama "Bandung" diambil dari sebuah kendaraan air yang terdiri dari dua perahu yang diikat berdampingan yang disebut perahu bandung yang digunakan oleh Bupati Bandung, R.A. Wiranata kusumah II, untuk melayari Ci Tarum dalam mencari tempat kedudukan kabupaten yang baru untuk menggantikan ibukota yang lama di Dayeuhkolot.
Kota Bandung secara geografis memang terlihat
dikelilingi oleh pegunungan, dan ini menunjukkan bahwa pada masa
lalu kota Bandung memang merupakan sebuah telaga atau danau.
Legenda Sangkuriang merupakan legenda
yang menceritakan bagaimana terbentuknya danau Bandung, dan
bagaimana terbentuknya Gunung
Tangkuban Perahu, lalu bagaimana pula keringnya danau Bandung
sehingga meninggalkan cekungan seperti sekarang ini.
Air dari danau
Bandung menurut legenda tersebut kering karena mengalir melalui
sebuah gua yang bernama Sangkyang
Tikoro.